Keberadaan “Kampoeng Cyber” dan Relevansinya pada Kode Etik Jurnalistik
Media
massa menjadi jembatan bagi masyarakat untuk memperoleh informasi. Pada dasarnya
media massa dibagi menjadi dua jenis, yakni media cetak (media lama) dan media
elektronik (media baru) (Ardianto,et. al, 2007:103). Media cetak yang terdiri
dari surat kabar dan majalah nampaknya sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat
sejak kemunculan media elektronik, mereka telah beralih pada media baru yang
umumnya berbasis teknologi.
Kemajuan
teknologi di era globalisasi cukup memberikan kontribusi positif bagi
masyarakat terutama sejak kemunculan komputer dan internet. Melalui internet, informasi
tertentu dapat ditransmisikan secara langsung, sehingga membuat lebih efektif
(Ardianto, et. al.2009: 153). Ke-eksistensian
internet telah menggusur media lama khususnya media cetak sehingga
perlahan-lahan media lama termakan oleh zaman. Kemunculan internet tidak hanya mempermudah
masyarakat dalam mengakses berita dan informasi secara up to date namun juga banyak memberikan pengaruh di bidang
jurnalistik.
Dunia
jurnalistik agaknya menjadi sorotan penting di negeri ini karena dianggap mampu
membangun opini publik melalui berita yang ditulis. Berita merupakan elemen
terpenting dalam setiap kerja jurnalistik (Syahputra, 2006: 18). Jurnalistik
adalah kegiatan mengkomunikasikan peristiwa (informasi) kepada masyarakat
melalui media massa (Ermanto,2005: 3). Secara sederhana jurnalistik dapat
diartikan sebagai pekerjaan meliput berita, dan menyebarkannya pada masyarakat.
Sejak
kemunculan internet, pemberitaan online
telah menjadi konsumsi bagi masyarakat karena dianggap lebih praktis. Jurnalis pun
dapat dengan mudah menyebarkan atau meng-upload
berita yang diliput melalui artikel yang dimuat pada laman tersebut.
Fenomena yang sedang hits adalah
keberadaan citizen journalism atau
jurnalisme warga.
Kehadiran
jurnalisme warga mengubah pola perspektif yang mengatakan bahwa jurnalistik
hanyalah pekerjaan bagi mereka yang mengetahui betul tentang jurnalis, karena
jurnalisme warga membebaskan siapapun untuk menulis, meng-update berita dan tulisannya. Sehingga siapapun bisa menjadi
penulis berita.
Euphoria jurnalisme
warga nampaknya dirasakan salah satu kampung yang berada di kawasan Tamansari Yogyakarta
tepatnya di RT 36 RW 09 Kelurahan Patehan Kecamatan Kraton Yogyakarta. Kampung
tersebut bernama “Kampoeng Cyber”. Melalui wawancara langsung dengan Antonius
Sasongko Wahyu Kusumo selaku koordinator komunitas tersebut, beliau memaparkan
bahwa ide diadakannya kegiatan jurnalisme warga tersebut dicetuskan oleh
dirinnya sendiri, “Melihat keadaan kampung yang terlihat “gaptek”, aku tertarik
mengubah pola pikir mereka menjadi lebih modern.” begitu tuturnya.
Pada
tahun 2008 mulai diadakan sosialisasi internet pada warga masyarakat, baru
kemudian memasuki 2011 secara perlahan masyarakat sudah mulai mengenal internet.
Masyarakat bisa dengan bebas menuliskan berita mengenai kegiatan masyarakat
yang sedang dilaksanakan melalui website
ataupun blog “Kampoeng Cyber” itu sendiri. Selain itu, masyarakat menggunakan
akun facebook “Kampoeng Cyber” untuk menjalankan bisnis
online beberapa kerajinan tangan buatan mereka, khususnya batik tulis.
Pengurus
telah memberikan kebebasan pada tiap masyarakatnya ketika mereka menuliskan
berita pada website tersebut. Mereka
dapat menulis berita, informasi, mencari teman melalui website, atau menggunakanya sebagai lahan bisnis online. Kebebasan
tersebut dapat dikategorikan sebagai kebebasan pers. Dan tentunya kebebasan pers
itu sendiri wajib mematuhi Kode Etik Jurnalistik yang dibuat.
Jurnalisme
warga yang terdedikasi sebagai kegiatan jurnalis yang bebas memang sedikit “menyenggol”
keberadaan Kode Etik Jurnalistik yang dibuat. Kode Etik Jurnalistik dibuat agar
dalam peliputan dan penyiaran beritannya, jurnalis tidak bisa sewenang-wenang,
namun harus tetap menujukkan etika-nya pada narasumber maupun publik.
(Wibowo,2009: 151) Kode Etik Jurnalistik mencakup lima hal penting yakni, hak
tolak, hak jawab, hak koreksi, off the
record dan embargo.
Kebebasan
menuliskan berita oleh siapapun agaknya sedikit menggeser Kode Etik Jurnalistik
yang telah ada. (Wibowo, 2009: 40) Kebebasan yang dimaksud bukanlah kebebasan
pada semua hal, kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang bertanggung jawab.
Kode etik dianggap menjadi pondasi utama jurnalis dalam menyiarkan maupun
memperoleh beritannya.
Masyarakat
“Kampoeng Cyber” dikatakan sebagai jurnalis karena telah menulis berita dan menyiarkannya
melalui media massa. Dalam pemberitaannya setiap jurnalis selalu berpegang pada
Kode Etik Jurnalistik yang telah dibuat.. Oleh karena itu mereka harus mengerti
dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik tersebut.
Ketika
ditanya mengenai Kode Etik Jurnalistik dan apakah masyarakat telah
mengetahuinya, Antonius menjawab “Sekarang kami masih dalam tahap pengembangan,
sehingga belum mengenalkan mengenai Kode Etik Jurnalistik tersebut bagi
masyarakat. Menurut saya Kode Etik Jurnalistik memang dasar bagi jurnalis dalam
melakukan peliputan maupun dalam hal penyiaran berita-beritannya. Untuk
menghindari pelanggaran etika pers sepeti kegiatan plagiarism, menggunakan kata-kata kasar atau pelanggaran yang lain.
Kami akan mensosialisasikan Kode Etik Jurnalistik pada warga setelah mereka menguasai
betul dunia internet khususnya ketika menuliskan artikel-artikelnya” tutur
Antonius saat diwawancari diruang kerjannya. Beliau memaparkan bahwa
pengetahuan mengenai Kode Etik Jurnalistik memang penting diketahui masyarakat
agar mereka dapat menyiarkan berita yang bukan hanya sekedar berita tulisan
semata yang bebas peraturan namun yang sesuai dengan aturan dan kaidah sehingga
tidak menyalahi Kode Etik Jurnalistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar