Jumat, 01 Februari 2013

“Kampoeng Cyber”

 

Keberadaan “Kampoeng Cyber” dan Relevansinya pada Kode Etik Jurnalistik



Media massa menjadi jembatan bagi masyarakat untuk memperoleh informasi. Pada dasarnya media massa dibagi menjadi dua jenis, yakni media cetak (media lama) dan media elektronik (media baru) (Ardianto,et. al, 2007:103). Media cetak yang terdiri dari surat kabar dan majalah nampaknya sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat sejak kemunculan media elektronik, mereka telah beralih pada media baru yang umumnya berbasis teknologi.
Kemajuan teknologi di era globalisasi cukup memberikan kontribusi positif bagi masyarakat terutama sejak kemunculan komputer dan internet. Melalui internet, informasi tertentu dapat ditransmisikan secara langsung, sehingga membuat lebih efektif (Ardianto, et. al.2009: 153).  Ke-eksistensian internet telah menggusur media lama khususnya media cetak sehingga perlahan-lahan media lama termakan oleh zaman.  Kemunculan internet tidak hanya mempermudah masyarakat dalam mengakses berita dan informasi secara up to date namun juga banyak memberikan pengaruh di bidang jurnalistik.
Dunia jurnalistik agaknya menjadi sorotan penting di negeri ini karena dianggap mampu membangun opini publik melalui berita yang ditulis. Berita merupakan elemen terpenting dalam setiap kerja jurnalistik (Syahputra, 2006: 18). Jurnalistik adalah kegiatan mengkomunikasikan peristiwa (informasi) kepada masyarakat melalui media massa (Ermanto,2005: 3). Secara sederhana jurnalistik dapat diartikan sebagai pekerjaan meliput berita, dan menyebarkannya pada masyarakat.
Sejak kemunculan internet, pemberitaan online telah menjadi konsumsi bagi masyarakat karena dianggap lebih praktis. Jurnalis pun dapat dengan mudah menyebarkan atau meng-upload berita yang diliput melalui artikel yang dimuat pada laman tersebut. Fenomena yang sedang hits adalah keberadaan citizen journalism atau jurnalisme warga.
Kehadiran jurnalisme warga mengubah pola perspektif yang mengatakan bahwa jurnalistik hanyalah pekerjaan bagi mereka yang mengetahui betul tentang jurnalis, karena jurnalisme warga membebaskan siapapun untuk menulis, meng-update berita dan tulisannya. Sehingga siapapun bisa menjadi penulis berita.
Euphoria jurnalisme warga nampaknya dirasakan salah satu kampung yang berada di kawasan Tamansari Yogyakarta tepatnya di RT 36 RW 09 Kelurahan Patehan Kecamatan Kraton Yogyakarta. Kampung tersebut bernama “Kampoeng Cyber”. Melalui wawancara langsung dengan Antonius Sasongko Wahyu Kusumo selaku koordinator komunitas tersebut, beliau memaparkan bahwa ide diadakannya kegiatan jurnalisme warga tersebut dicetuskan oleh dirinnya sendiri, “Melihat keadaan kampung yang terlihat “gaptek”, aku tertarik mengubah pola pikir mereka menjadi lebih modern.” begitu tuturnya.
Pada tahun 2008 mulai diadakan sosialisasi internet pada warga masyarakat, baru kemudian memasuki 2011 secara perlahan masyarakat sudah mulai mengenal internet. Masyarakat bisa dengan bebas menuliskan berita mengenai kegiatan masyarakat yang sedang dilaksanakan melalui website ataupun blog “Kampoeng Cyber” itu sendiri. Selain itu, masyarakat menggunakan akun facebook  “Kampoeng Cyber” untuk menjalankan bisnis online beberapa kerajinan tangan buatan mereka, khususnya batik tulis.
Pengurus telah memberikan kebebasan pada tiap masyarakatnya ketika mereka menuliskan berita pada website tersebut. Mereka dapat menulis berita, informasi, mencari teman melalui website, atau menggunakanya sebagai lahan bisnis online. Kebebasan tersebut dapat dikategorikan sebagai kebebasan pers. Dan tentunya kebebasan pers itu sendiri wajib mematuhi Kode Etik Jurnalistik yang dibuat.
Jurnalisme warga yang terdedikasi sebagai kegiatan jurnalis yang bebas memang sedikit “menyenggol” keberadaan Kode Etik Jurnalistik yang dibuat. Kode Etik Jurnalistik dibuat agar dalam peliputan dan penyiaran beritannya, jurnalis tidak bisa sewenang-wenang, namun harus tetap menujukkan etika-nya pada narasumber maupun publik. (Wibowo,2009: 151) Kode Etik Jurnalistik mencakup lima hal penting yakni, hak tolak, hak jawab, hak koreksi, off the record dan embargo.
Kebebasan menuliskan berita oleh siapapun agaknya sedikit menggeser Kode Etik Jurnalistik yang telah ada. (Wibowo, 2009: 40) Kebebasan yang dimaksud bukanlah kebebasan pada semua hal, kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Kode etik dianggap menjadi pondasi utama jurnalis dalam menyiarkan maupun memperoleh beritannya.
Masyarakat “Kampoeng Cyber” dikatakan sebagai jurnalis karena telah menulis berita dan menyiarkannya melalui media massa. Dalam pemberitaannya setiap jurnalis selalu berpegang pada Kode Etik Jurnalistik yang telah dibuat.. Oleh karena itu mereka harus mengerti dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik tersebut.
Ketika ditanya mengenai Kode Etik Jurnalistik dan apakah masyarakat telah mengetahuinya, Antonius menjawab “Sekarang kami masih dalam tahap pengembangan, sehingga belum mengenalkan mengenai Kode Etik Jurnalistik tersebut bagi masyarakat. Menurut saya Kode Etik Jurnalistik memang dasar bagi jurnalis dalam melakukan peliputan maupun dalam hal penyiaran berita-beritannya. Untuk menghindari pelanggaran etika pers sepeti kegiatan plagiarism, menggunakan kata-kata kasar atau pelanggaran yang lain. Kami akan mensosialisasikan Kode Etik Jurnalistik pada warga setelah mereka menguasai betul dunia internet khususnya ketika menuliskan artikel-artikelnya” tutur Antonius saat diwawancari diruang kerjannya. Beliau memaparkan bahwa pengetahuan mengenai Kode Etik Jurnalistik memang penting diketahui masyarakat agar mereka dapat menyiarkan berita yang bukan hanya sekedar berita tulisan semata yang bebas peraturan namun yang sesuai dengan aturan dan kaidah sehingga tidak menyalahi Kode Etik Jurnalistik.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar