Jumat, 01 Februari 2013

Sejarah Kota Baru Yogyakarta

Sejarah Kota Baru Yogyakarta


Sekilas Mengenai Kotabaru
Latarbelakang berdirinya Kotabaru bukan hanya sejarah sosial dan politik semata, namun pada dasarnya Kotabaru berdiri dikarenakan konsekuensi dari pertumbuhan jumlah warga Belanda yang ada di Yogyakarta. Bertambahnya warga Belanda ini disebabkan oleh berkembangnya perkebunan dan juga industri gula. Selain itu , bertambahnya warga Belanda di Kotabaru Yogyakarta juga dipengaruhi banyaknya kaum professional yang bergerak pada bidang kesehatan, pendidikan dan perdagangan.
Kotabaru dikenal sebagai kawasan taman kota karena memiliki karakteristik yang khas seperti pohon rindang, buah-buahan dan pohon dengan bau bunga yang harum. Pepohonan tersebut ditanam di halaman rumah, sekolah, Gereja, rumah sakit maupun di sepanjang jalan serta boulevard.
Kotabaru berlokasi di sebelah timur Sungai Code dan dulunnya bernama Nieuwe Wijk. Saat itu Residen Canne memerlukan perluasan lahan, oleh karena itu Residen Canne mengajukan permohonan kepada Sri Sultan agar diberi tempat khusus bagi orang Eropa yang tinggal disitu. Dan Sultan-pun mengabulkan permohonan tersebut. Rancangan perluasan lahan tersebut diatur dalam Rijksbland van Sultanaat Djogjakarta No 12 tahun 1917.
Proyek kawasan Kotabaru mulai dikerjakan pada tahun 1917-1920. Secara fisik bangunan tersebut terlihat berbeda dengan rumah masyarakat tradisonal pada umumnya. Bangunan tersebut memiliki ciri khas; bangunan tinggi dan besar serta halaman yang luas, jendela dan pintunya lebar dan besar serta terbuat dari krepyak, langit-langitnya tinggi, terdapat beberapahiasan kaca timah dan terasnya terbuka.
Pada zaman itu, Kotabaru merupakan kawasan elite politik Belanda. Selain banyaknya tempat tinggal yang ada disana, terdapat pula fasilitas pendukung lainnya, terutama fasilitas keagamaan. Pada tahun 1923 diresmikan Gereja Kristen Gereformeerd untuk tempat masyarakat Belanda yang beragama Kristen dalam beribadah, Gereja tersebut dikenal juga dengan sebutan Gereja Gereformeerd Kerk, sementara saat ini gereja tersebut dikenal dengan nama Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKPB) yang terletak di Jalan Nyoman Oka. Di Kotabaru pada tahun 1923 sudah terdapat dua gereja Kristen, yaitu Gereja Krsiten Jawa untuk penduduk Jawa, dan Gereja Gereformeerd Kerk di Sultan Boulevard.
Penduduk yang beragama Kristen memanglah pada pada saat itu namun muncullah warga Negara beragama Katolik. Warga Belanda yang menganut agama Katolik tersebut melakukan kegiatan keagamaan dirumah pribadi milik Perquin. Baru, pada 1926 didirikan Gereja Katolik, seperti Gereja Santo Antonius Van Pandua, yang kini dikenal dengan Gereja St. Antonius. Pembangunan Gereja tersebut atas ide dari Romo F. Strater, SJ dan Romo J. Hoeberecht SJ selaku penanggung jawabnya. Kini Gereja St. Antonius terletak di Jalan Abu Bakar Ali.
Beberapa Jalan yang Ada di Kotabaru
1.      Jalan Yos Sudarso
Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, jalan Yos Sudarso disebut Spart boulevard atau Taman Krido. Taman Krido di artikan sebagai jalan yang melingkari sepanjang Stadion Kridosono. Penamaan Yos Sudarso bertujuan untuk mengenang dan menghargai jasa perjuangan Laksamana Yos Sudarso saat ikut serta berperang merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Laksamana Yos gugur dalam pertempuran di Laut Aru pada tanggal 15 Januari 1962.
2.      Jalan Ahmad Jajuli
Jalan ini dulunya bernama Tjodeweg. Namun beradasarkan Ketetapan Pemerintah, nama tersebut diganti dengan Jalan Code. Diberi nama tersebut karena dekat dengan Sungai Code. Rupanya penggantian nama tersebut kurang cocok, sehingga pada Ketetapan Pemerintah selanjutnya, nama tersebut diganti menjadi Jalan Ahmad Jaluli. Hal ini dikarenakan untuk menghargai jasa pahlawan Ahmad Jaluli saat beliau berperang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Ahmad Jaluli gugur dalam Pertempuran Kotabaru pada 7 Oktober 1945. Kini Jalan Ahmad Jaluli merupakan kelanjutan Jalan I Nyoman Oka lurus kea rah selatan dan menyusuri tepi Sungai Code sampai simpang tiga Jalan Abu Bakar Ali.
3.      Jalan Suroto
Dulunya bernama Mataram Boulevard. Kemudian berdasarkan Ketetapan Pemerintah, jalan tersebut diganti dengan nama Jalan Widoro dengan alasan jalan tersebut disekitarnya terdapat banyak tanaman Widoro. Lalu melalui Ketetapan Pemerintah yang dikeluarkan pada tahun 1968, jalan tersebut diganti dengan nama Jalan Suroto. Diganti dengan nama Jalan Suroto sebagai wujud menghargai Suroto dalam memperjuangkan kemerdekaan. Suroto juga merupakan salah satu pahlawan yang gugur dalam Pertempuran Kotabaru. Kini, Jalan Suroto dimulai dari simpang empat Jalan Jenderal Sudirman-Jalan Teungku Cik Di Tiro ke selatan, sampai simpang tiga Jalan Yos Sudarso.
4.      Jalan Abu Bakar Ali
Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda jalan ini dinamakan Boulevard Jonquire. Namun pada tahun 1955 berganti menjadi Jalan Margokridonggo, dan baru pada tahun 1958 dalam rangka menghargai jasa pahlawan Abu Bakar Ali dalam memperjuangkan kemerdekaan maka namanya menjadi Jalan Abu Bakar Ali. Abu Bakar Ali adalah salah satu pahlawan yang gugur dalam Pertempuran Kotabaru. Kini Jalan Abu Bakar Ali dimulai dari simpang empat Jalan Malioboro - Jalan Pangeran Mangkubumi - Simpang tiga Jalan Suroto - Jalan Yos Sudarso.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar