Sejarah Kota Baru Yogyakarta
Sekilas
Mengenai Kotabaru
Latarbelakang
berdirinya Kotabaru bukan hanya sejarah sosial dan politik semata, namun pada
dasarnya Kotabaru berdiri dikarenakan konsekuensi dari pertumbuhan jumlah warga
Belanda yang ada di Yogyakarta. Bertambahnya warga Belanda ini disebabkan oleh
berkembangnya perkebunan dan juga industri gula. Selain itu , bertambahnya
warga Belanda di Kotabaru Yogyakarta juga dipengaruhi banyaknya kaum
professional yang bergerak pada bidang kesehatan, pendidikan dan perdagangan.
Kotabaru
dikenal sebagai kawasan taman kota karena memiliki karakteristik yang khas
seperti pohon rindang, buah-buahan dan pohon dengan bau bunga yang harum.
Pepohonan tersebut ditanam di halaman rumah, sekolah, Gereja, rumah sakit
maupun di sepanjang jalan serta boulevard.
Kotabaru
berlokasi di sebelah timur Sungai Code dan dulunnya bernama Nieuwe Wijk. Saat itu Residen Canne memerlukan perluasan
lahan, oleh karena itu Residen Canne mengajukan
permohonan kepada Sri Sultan agar diberi tempat khusus bagi orang Eropa yang
tinggal disitu. Dan Sultan-pun mengabulkan permohonan tersebut. Rancangan
perluasan lahan tersebut diatur dalam Rijksbland
van Sultanaat Djogjakarta No 12 tahun 1917.
Proyek
kawasan Kotabaru mulai dikerjakan pada tahun 1917-1920. Secara fisik bangunan
tersebut terlihat berbeda dengan rumah masyarakat tradisonal pada umumnya.
Bangunan tersebut memiliki ciri khas; bangunan tinggi dan besar serta halaman
yang luas, jendela dan pintunya lebar dan besar serta terbuat dari krepyak,
langit-langitnya tinggi, terdapat beberapahiasan kaca timah dan terasnya
terbuka.
Pada
zaman itu, Kotabaru merupakan kawasan elite politik Belanda. Selain banyaknya
tempat tinggal yang ada disana, terdapat pula fasilitas pendukung lainnya,
terutama fasilitas keagamaan. Pada tahun 1923 diresmikan Gereja Kristen Gereformeerd untuk tempat masyarakat
Belanda yang beragama Kristen dalam beribadah, Gereja tersebut dikenal juga
dengan sebutan Gereja Gereformeerd Kerk, sementara
saat ini gereja tersebut dikenal dengan nama Gereja Huria Kristen Batak
Protestan (HKPB) yang terletak di Jalan Nyoman Oka. Di Kotabaru pada tahun 1923
sudah terdapat dua gereja Kristen, yaitu Gereja Krsiten Jawa untuk penduduk
Jawa, dan Gereja Gereformeerd Kerk di
Sultan Boulevard.
Penduduk
yang beragama Kristen memanglah pada pada saat itu namun muncullah warga Negara
beragama Katolik. Warga Belanda yang menganut agama Katolik tersebut melakukan
kegiatan keagamaan dirumah pribadi milik Perquin. Baru, pada 1926 didirikan Gereja
Katolik, seperti Gereja Santo Antonius Van Pandua, yang kini dikenal dengan
Gereja St. Antonius. Pembangunan Gereja tersebut atas ide dari Romo F. Strater,
SJ dan Romo J. Hoeberecht SJ selaku penanggung jawabnya. Kini Gereja St.
Antonius terletak di Jalan Abu Bakar Ali.
Beberapa
Jalan yang Ada di Kotabaru
1. Jalan Yos Sudarso
Pada
masa pemerintahan Hindia-Belanda, jalan Yos Sudarso disebut Spart boulevard atau Taman Krido. Taman Krido di artikan
sebagai jalan yang melingkari sepanjang Stadion Kridosono. Penamaan Yos Sudarso
bertujuan untuk mengenang dan menghargai jasa perjuangan Laksamana Yos Sudarso
saat ikut serta berperang merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Laksamana
Yos gugur dalam pertempuran di Laut Aru pada tanggal 15 Januari 1962.
2. Jalan Ahmad Jajuli
Jalan
ini dulunya bernama Tjodeweg. Namun
beradasarkan Ketetapan Pemerintah, nama tersebut diganti dengan Jalan Code. Diberi nama tersebut karena
dekat dengan Sungai Code. Rupanya penggantian nama tersebut kurang cocok,
sehingga pada Ketetapan Pemerintah selanjutnya, nama tersebut diganti menjadi
Jalan Ahmad Jaluli. Hal ini dikarenakan untuk menghargai jasa pahlawan Ahmad
Jaluli saat beliau berperang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Ahmad Jaluli gugur dalam Pertempuran Kotabaru pada 7 Oktober 1945. Kini Jalan Ahmad
Jaluli merupakan kelanjutan Jalan I Nyoman Oka lurus kea rah selatan dan
menyusuri tepi Sungai Code sampai simpang tiga Jalan Abu Bakar Ali.
3. Jalan Suroto
Dulunya
bernama Mataram Boulevard. Kemudian
berdasarkan Ketetapan Pemerintah, jalan tersebut diganti dengan nama Jalan
Widoro dengan alasan jalan tersebut disekitarnya terdapat banyak tanaman Widoro.
Lalu melalui Ketetapan Pemerintah yang dikeluarkan pada tahun 1968, jalan
tersebut diganti dengan nama Jalan Suroto. Diganti dengan nama Jalan Suroto sebagai
wujud menghargai Suroto dalam memperjuangkan kemerdekaan. Suroto juga merupakan
salah satu pahlawan yang gugur dalam Pertempuran Kotabaru. Kini, Jalan Suroto
dimulai dari simpang empat Jalan Jenderal Sudirman-Jalan Teungku Cik Di Tiro ke
selatan, sampai simpang tiga Jalan Yos Sudarso.
4. Jalan Abu Bakar Ali
Pada
masa pemerintahan Hindia-Belanda jalan ini dinamakan Boulevard Jonquire. Namun pada tahun 1955 berganti menjadi Jalan
Margokridonggo, dan baru pada tahun 1958 dalam rangka menghargai jasa pahlawan
Abu Bakar Ali dalam memperjuangkan kemerdekaan maka namanya menjadi Jalan Abu
Bakar Ali. Abu Bakar Ali adalah salah satu pahlawan yang gugur dalam
Pertempuran Kotabaru. Kini Jalan Abu Bakar Ali dimulai dari simpang empat Jalan
Malioboro - Jalan Pangeran Mangkubumi - Simpang tiga Jalan Suroto - Jalan Yos
Sudarso.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar