Sabtu, 02 Februari 2013

Kampung Susun Sungai Code, Solusi Banjir Ibu kota?

 
 
 
 
 
 
JAKARTA - Salah satu penyebab utama banjir adalah padatnya rumah penduduk di bantaran sungai. Di Jakarta, kita tidak asing lagi dengan pemandangan pemukiman padat dan kumuh di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung, Kali Angke, dan berbagai sungai lainnya yang membelah Ibu Kota. Padahal, sejatinya kawasan bantaran sungai berfungsi juga sebagai daerah serapan air.

Selain Jakarta, masalah pemukiman kumuh di bantaran sungai juga nampak di Yogyakarta, salah satunya di sepanjang Sungai Code. Penelitian mahasiswa program studi Arsitektur Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY) Wirhan Rashid menunjukkan, pemerintah daerah Yogyakarta telah melakukan berbagai upaya untuk membebaskan atau setidaknya meminimalkan jumlah bangunan di area bantaran Sungai Code, termasuk membangun rumah susun.

Di sisi lain, masyarakat di bantaran Sungai Code terbiasa dengan berbagai kegiatan rutin yang dilakukan bersama. Akibatnya, mereka membutuhkan banyak ruang komunal untuk mewadahi kepentingan tersebut. Kondisi ini mendorong Wirhan memberikan solusi menangani kepadatan pemukiman di bantaran Sungai Code dengan tetap mempertimbangkan keamanan dari serangan bencana banjir sekaligus mengakomodasi aspirasi masyarakat penggunanya.

Wirhan, yang dibimbing oleh dosennya, Endah Tisnawati dan Endy Marlina, menawarkan konsep hunian bertingkat bagi masyarakat. Konsep ini mempertimbangkan  ketinggian muka air pada saat banjir dan tetap mengakomodasi kebiasaan hidup komunal masyarakat penghuninya.

Konsep Kampung Susun ini tetap memperhatikan tatanan kampung-kampung di bantaran Sungai Code. Hanya saja, berbagai fasilitas kegiatan sosial kemasyarakatan dan hunian warga dinaikkan, atau diletakkan di level tanah yang lebih tinggi.

"Hunian dirancang sebagai bangunan tunggal dengan konektor jalur pedestrian antara satu hunian dan lainnya. Pada titik-titik tertentu juga dirancang ruang-ruang publik seperti pos ronda, balai RT, sekolah, dan ruang-ruang terbuka tempat bermain dan berkumpulnya warga," demikian seperti dilansir laman UTY, Jumat (18/1/2013).

Menurut Wirhan, berbagai fasilitas publik dengan bangunan non permanen tetap ditempatkan pada muka tanah. Dengan begitu, pada kondisi normal fasilitas dan ruang ruang terbuka ini tetap dapat dipergunakan.

"Rancangan ini menjadi langkah antisipasi dalam menghadapi kondisi darurat pada saat terjadi bencana," imbuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar